Jumat, 25 Desember 2009

CITRA PRODUK

Tentang PT. Pertamina (Persero)

Citra suatu perusahaan merupakan akumulasi dari citra unsur-unsurnya yaitu citra produk , citra sumber daya manusia (SDM) dan budaya, citra sistem dan aturan main yang ada dalam perusahaan serta citra kinerja bisnis. Faktor-faktor ini saling terkait. Terkadang ini merupakan rangkaian sebab akibat yang apabila sudah berlangsung dalam kurun waktu yang lama akan menjadi susah untuk diidentifikasi, mana yang duluan menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat. SDM tidak bagus membuat produk berkualitas rendah. Produk kualitas rendah tidak laku di pasaran sehingga membuat kinerja bisnis menurun. Kinerja bisnis menurun mempengaruhi kesejahteraan pekerja. Kesejah-teraan turun biasanya membuat kinerja SDM menurun.

Demikian juga keterkaitan antara SDM, sistem dan aturan main serta budaya perusahaan. Sistem yang birokratis membuat SDM mani-pulatif. SDM manipulatif memunculkan budaya yang negatif. Kinerja bisnis menjadi buruk, akhirnya mengakibatkan jatuhnya citra per-usahaan.

Citra produk merupakan persepsi masya-rakat terhadap produk yang dihasilkan per-usahaan. Citra produk dibangun agar menjadi postitif di mata publik, baik publik yang telah menggunakan produk itu maupun potensial customer yang hendak dibidik agar mengkon-sumsi produk tersebut. Manakala citra suatu merek produk telah menancap dalam pikiran konsumen, maka pada saat dia mempunyai rencana untuk membeli barang sejenis produk tersebut , yang pertama kali muncul dalam ingatan adalah merek produk yang sudah tertancap di pikirannya . Sehingga secara reflek mereka membelinya.

Produsen sabun Lux menggunakan bin-tang-bintang film terkenal yang cantik untuk mempromosikan produknya. Harapannya adalah publik mempersepsikan sabun pro-duknya dikonsumsi oleh bintang-bintang film itu. Jamu Tolak Angin menggunakan Rhenald Kasali , seorang tokoh intelektual terkenal untuk mencitrakan konsumen penggunanya. Produsen pelumas mempergunakan figur pembalap mobil formula sebagai ikon untuk membagun citra produknya.

Pada era kompetisi semua perusahaan berlomba-lomba membangun citra produknya. Sekali citra produk mengalami kecelakaan tergelincir jatuh maka diperlukan ‘perjuangan’’ yang jauh lebih mahal untuk mengangkatnya kembali. Kecelakaan bisa disebabkan dari dalam maupun serangan dari luar. Beberapa minggu yang lalu ketika sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) mengeluarkan hasil penelitiannya bahwa banyak minuman isotonik pengganti ion tubuh yang beredar di Indonesia mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, maka ramai-ramailah perusa-haan penghasil minuman isotonik itu pasang iklan besar-besar di media massa untuk ”mela-wan” dan meyakinkan publik bahwa produk-nya aman untuk dikonsumsi.

Dalam studi mengenai citra perusahaan, citra SDM dan citra budaya biasanya menjadi satu kelompok obyek studi. Perilaku SDM pada suatu populasi, dalam suatu lingkungan selama kurun waktu tertentu menghasilkan suatu budaya . Budaya merupakan faktor yang dominan dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Suatu perusahaan yang ingin menjadi world class company harus memiliki SDM yang juga berbudaya world class.

Citra kinerja perusahaan terbentuk dari sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Citra perusahaan yang sudah go public dapat dilihat dari harga sahamnya di bursa saham. Citra perusahaan yang belum go public tetapi sudah diaudit dapat dilihat kinerjanya dari hasil audit. Nah, bagaimana kalau belum go public dan juga belum diaudit oleh akuntan publik? Ini agak susah diketahui. Dalam hal demikian perusahaan perlu mempublikasikan dirinya agar citra positifnya diketahui masyarakat.

Membangun Citra

Management commitement mejadi modal utama untuk membangun citra perusahaan. Atmosfer dan perilaku sosial masyarakat Indonesia yang cenderung paternalistis menjadikan modal utama ini sangat dibutuhkan. Data empiris menunjukkan bahwa dinamika citra perusahaan sangat sentitif terhadap dinamika perusahaan, dinamika SDM perusahaan dan dinamika masyarakat. Rencana membangun citra perlu difasilitasi dengan mekanisme pengukuran sejauh mana keberhasilan dan feedback untuk rencana improvement-nya. Untuk itu setiap tahapan pembangunan citra perusahaan diidentifikasi dan ditetapkan apa ukuran keberhasilannya.

Citra produk akan meningkat apabila produk bermutu tinggi dan terus-menerus mengalami perbaikan. Mutu produk diba-ngun dengan cara melakukan continuous improvement di segala aspek. Peningkatan kualitas perlu dibarengi dengan promosi memperkenalkan keunggulan produk terse-but. Pada masa sekarang dengan ramainya persaingan bisa saja terjadi produk yang sebenarnya bagus namun tidak sukses di pasar karena tidak dikenal oleh publik, gara-gara publik telah dibanjiri oleh informasi produk yang bertubi-tubi dari para pesaing.

Membangun citra bisnis dilakukan dengan mengupayakan keberhasilan bisnis. Makin sukses suatu bisnis makin meningkat citra perusahaan. Perusahaan yang sukses memiliki pertumbuhan kemajuan bisnis dari masa ke masa. Beberapa perusahaan menggunakan prinsip Balance Score Card (BSC) untuk mengukur kinerja bisnisnya. Metode ini mengukur kinerja perusahaan dari 4 (empat) perspektif yaitu customer perspective (perspektif pelanggan), internal business perspective (perspektif proses bisnis internal), finance perspective (perspektif keuangan) dan learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan pertum-buhan). Selain BSC banyak juga perusahaan yang mempergunakan kriteria MBNQA (Malcolm Baldrige National Quality Awards). MBNQA memotret perusahaan pada 7 (tujuh) kategori yaitu : kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pelanggan dan pasar, pengukuran dan manajemen penge-tahuan, fokus SDM , proses bisnis dan hasil-hasil bisnis. Pertamina mengadopsi kriteria MBNQA menjadi kriteria ekselen PQA (Pertamina Quality Award). Yang lebih penting dari pengukuran ini ialah tindak lanjut improvement- nya.

Citra SDM meliputi profesionalisme, attitude dan moral. Walaupun pekerja suatu perusahaan sangat profesional namun kalau moral dan attitude-nya tidak bagus akan mencoreng citra perusahaan. Sebaliknya jika pekerjanya memiliki attitude dan moral yang baik namun tidak profesional di bidang pekerjaannya maka kinerja bisnis menjadi buruk.

Keprofesionalan dapat diukur dengan melakukan asessment terhadap kompetensi pekerja, hasil asessment dibandingkan dengan standard kompetensi. Deviasi antara kompetensi pekerja dibandingkan dengan standard kompetensi adalah menjadi bahan bagi perusahaan untuk melakukan up grading kompetensi pekerja, antara lain berupa pendidikan, pelatihan , on the job training dan sebagainya .

Ukuran citra moral dan attitude dapat didekati dengan penerapan kode etik perusahaan (code of conduct). Kode etik yang ditetapkan mengacu kepada ukuran-ukuran norma kebenaran dan etika moral yang berlaku di masyarakat. Perilaku pekerja perusahaan yang bertentangan dengan norma kebenaran dapat menurunkan citra moral perusahaan. Pada gilirannya peru-sahaan akan mengalami kesulitan didalam melaksanakan bisnisnya karena masyarakat sudah antipati pada perusahaan tersebut.

Citra budaya ditentukan oleh sejauh mana perusahaan dapat mengembangkan budaya positifnya. Misalkan sebuah perusahaan menyepakati untuk membangun suatu budaya bersih (clean) , yaitu budaya bisnis yang bersih dari KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) maka yang pertama kali perlu ditetapkan adalah bagaimana ukuran-ukuran kongkret yang dimaksud dengan clean. Selanjutnya dipotret budaya yang saat ini berkembang, sejauh mana derajat kebersihannya, dibandingkan dengan parameter clean yang telah disepakati. Apa-bila ditemukan deviasi disanalah dimulai planning (perencanaan) rekonstruksi budaya clean sebagaimana yang diinginkan. Planning dilengkapi dengan tata waktu dan target pencapaian. Dengan logika TQM (Total Quality Management) diputar rangkaian PDCA (Plan Do Check and Action) secara berkelanjutan hingga dicapai budaya clean tersebut.

Citra perusahaan, setelah dibangun perlu dipelihara, disesuaikan dengan jaman dan dinamika yang berkembang, dijaga dari rongrongan internal maupun serangan dari luar, baik dari pesaing ataupun pihak-pihak yang tidak senang. Tidak kalah pentingnya adalah senantiasa mengkomunikasikan hal-hal positif yang yang ada pada perusahaan kepada publik.

Referensi :

http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3020&Itemid=341

Tidak ada komentar:

Posting Komentar