Minggu, 27 Desember 2009

PERSEPSI KONSUMEN

Pengertian :

Proses di mana individu memilih, mengorganisasikan dan mengintrepretasikan stimuli tertentu menjadi sesuatu yang bermakna (Schiffman & Kanuk, 2004).

Ambang Batas

Ambang Batas Absolut : batas minimal kekuatan stimulus yang dapat didetekti oleh indera manusia.

Ambang Batas Diferensial : kemampuan minimal sistem indrawi individu untuk membedakan intensitas antara dua stimuli yang sejenis.

PROSES PERSEPSI















Seleksi

Ada dua sumber stimulus, yaitu dari dalam individu (mis. kebutuhan, harapan) dan dari luar individu (mis. aroma masakan, suara iklan, dsb.). Tidak semua stimulus yang diterima oleh resestor (indra) akan diorganisir oleh individu, melainkan akan diseleksi. Ada dua faktor yang mempengaruhi proses seleksi stimulus tersebut:

Faktor Stimulus (Eksternal)

a. Kekontrasan (ada perbedaan yang menyolok)

b. Kebaruan (sesuatu produk / jasa atau tampilan yang baru)

c. Intensitas (kuatnya intensitas stimulus & ukuran)

d. Gerakan (yang bergerak akan lebih diperhatikan)

e. Pengulangan (sesuatu yang diulang-ulang akan dikesan penting & mudah diingat)

2. Faktor Individu (Internal)

a. Selective Exposure

Individu akan mengekspose berbagai informasi yang sudah ada dalam memorinya untuk menyeleksi berbagai stimulus yang masuk, dan akan mempengaruhi pilihannya.

b. Selective Attention

Perhatian dapat secara sengaja (direncanakan) maupun tidak disengaja (tidak direncanakan). Namun yang jelas itu akan dipengaruhi oleh kebutuhan, keyakinan dan nilai-nilai yang ada pada diri konsumen pada saat itu.

c. Perceptual Defence

Konsumen akan melindungi persepsinya dari berbagai penawaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan, keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya. Konsumen tersebut akan sengaja membuat persepsi yang berlawanan atau bahkan menghindar ketika mendapat stimulus yang bertentangan dengan dirinya.

d. Percetual Blocking

Banyaknya stimulus yang diberikan, dalam kondisi yang overload, akan membuat individu akan memblock / menahan berdasarkan kesadarannya.

Pengorganisasian

Setelah menyeleksi stimulus yang akan diperhatikan, konsumen akan mengorganisir atau mengelola stimulus tersebut berdasarkan prinsip :

a. Figure & Ground

Memisahkan atara figure atau yang lebih menonjol dengan ground atau yang melatarbelakangi. Jadi promosi yang semakin “menonjol”, dapat dibedakan dengan ground-nya dan sesuai dengan value konsumen akan diorganisir sebagai Figure.

b. Grouping

Konsumen cenderung mengelompokan objek berdasarkan prinsip kedekatan (yang lokasinya dekat diasosiasikan sbg satu kelompok / klasifikasi), prinsip kesamaan (yang gerakannya/ bentuknya / warnanya sama diasosiasikan sbg satu kelompok), prinsip kesinambungan (pola-pola yang sama, walaupun ditutup oleh pola lain, tetap diamati sebagai kesatuan)

c. Closure

Konsumen cenderung mengisi / melengkapi suatu stimulus yang sedikit kurang lengkap, misalnya melengkapi lagi atau nada yang sudah dikenal sebelumnya.

Interpretasi

Setelah mengorganisir / mengelola stimulus, maka konsumen akan menginterpretasikan, yaitu menghungkan antara stimulis yang telah diorganisir dengan pengalaman dan kondisi psikologis (kebutuhan, harapan, kepentingan) konsumen pada saat itu. Stimulus yang tidak jelas atau ambigu, seringkali menyulitkan konsumen dalam menginterpretasikan, bahkan bisa menimbulkan kesalahan dalam memberi makna.

Penyebab kesalahan dalam interpretasi :

Penampilan fisik

Tampilan yang mengkilat, bersih & lux biasanya akan dikesan berkualitas, namun juga mahal.

Stereotipe

Prasangka yang digeneralisasi. Misalnya kalo Hp touch screen selalu dikesan bergengsi dan mahal. Atau yang negatif produk Cina dikesan murah dan mudah rusak.

Isayarat / tanda-tanda yang tidak relevan

Terkadang konsumen menggunakan isyarat yang tidak relevan untuk memaknai suatu stimuli (entah disengaja / tidak). Misalnya, mobil yang bempernya agak rusak dikesan mesinnya juga buruk. Sepeda motor dengan iklan cewek cantik dikesan lincah.

Kesan pertama

Keramahan atau daya tarik pada perjumpaan pertama dengan konsumen akan membawa nilai tersediri bari perusahaan tersebut (meskipun kesan pertama kadang menipu).

Meloncat pada kesimpulan

Konsumen cenderung cepat menyimpulkan, meskipun baru melihat sebagian. Misalnya baru lihat bintang iklannya, sudah tertarik. Atau baru dengar ada discount 50%, langsung sudah memutuskan untuk beli, walaupun belum melihat spesifikasinya lebih jauh.

Efek Halo

Konsumen kalau sudah menilai suatu produk / jasa itu positif, maka selanjutnya akan cenderung menilai positif. Begitu juga sebaliknya. Maka perlu jaga nama baik.

Persepsi Subliminal (membuat sesuatu yang “tidak mudah diterima” secara sadar, menjadi lebih mudah diterima dalam “alam bawah sadar”)

Ada percobaan yang menunjukan adanya Persepsi Subliminal, yaitu proses masuknya stimuli yang begitu halus ke bawah tingkat kesadaran konsumen namun cukup mampu mempengaruhi perasaan dan perilaku konsumen dalam tingkat kesadaran. Antara lain :

Menyajikan stimuli secara cepat

Mempercepat pembicaran dalam pesan yang didengar dengan volume rendah

Perumpamaan atau kata-kata yang disembunyikan dalam iklan cetak atau label produk

Namun beberapa penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada bukti yang menguatkan stimulasi subliminal dalam mempengaruhi motif dan tindakan konsumsi.

Citra Perusahaan, Citra Produk dan Citra Merk

Ketiganya harus dibangun dan dijaga dengan baik

Persepsi Konsumen terhadap Resiko Membeli

Resiko Keuangan (terutama yang daya belinya menengah ke bawah)

Resiko Kinerja Produk / Jasa yang dibeli

Resiko Psikologis (misanya gengsi atau setelah membeli jadi kecanduan)

Resiko Fisiologis (kesehatan)

Resiko Sosial (penerimaan sosia / keluarga setelah beli produk tsb)

Resiko Waktu (waktu yang dipakai terkait dengan pembelian produk tsb & sesudahnya)

Hal ini juga dipengaruhi oleh tipe kepribadian dan budaya konsumen serta jenis barang yang dibeli.

Cara Mengatasi (memperkecil) Resiko yang Biasa dilakukan oleh Konsumen

Mencari informasi

Membeli produk yang bergaransi

Loyal terhadap merk

Pilih yang Citra Merknya Baik

Pilih Tokoh yang Terpercaya

Pilih Produk yang Harganya lebih Mahal

Berdasarkan cara-cara yang biasa digunakan tersebut, maka muncul strategi pemasaran untuk mengatasi (memperkecil) resiko tersebut, misalnya menyediakan informasi yang lengkap, garansi, costumer service, kesempatan untuk mencoba, after sales service & repairation, dsb.

Persepsi Terhadap Kualitas

Dimensi layanan kualitas (Tutik Suryani, dkk., 2007)

a. Reliabilitas : kekonsistenan terhadap janji, misalnya jam buka & tutup, janji reward

b. Ketanggapan : kecepatan dalam melayani atau merespon komplain

c. Kompetensi : kemampuan dan ketramilan dalam menyajikan produk / jasa

d. Akses : kemudahan konsumen dalam menjumpai pimpinan atau staf dari perusahaan

e. Kesopanan : sopan santun dalam pelayanan yag diberikan

f. Kemampuan Berkomunikasi : kemampuan staf dalam bertanya atau menjawab konsumen secara tepat

g. Kredibilitas : terkait dengan kejujuran yang memunculkan kepercayaan konsumen

h. Keamanan : cukup mutlak dalam segala jenis usaha

i. Lokasi, gedung, sarana-prasarana : ikut mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas

Referensi:

http://share.ciputra.ac.id/Student/PSY/Hand%20Out/Semester%204/Cross%20Culture%20Consumer%20Behavior/Pertemuan%204/PERSEPSI%20KONSUMEN.doc.

Riset Pemasaran

Riset Pemasaran atau Marketing Research adalah kegiatan penelitian dibidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data dan interprestasi hasil penelitian. Kesemuanya ini ditujukan untuk masukan pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan p[engambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran ini dapat dipakai untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.


Tujuan Riset Pemasaran:

a. Mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat menjelaskan secara obyektif kenyataan yang ada.

b. Bebas dari pengaruh keinginan pribadi ( political biases).“Find it and tell if like it is“.

Studi tentang riset pemasaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Riset dasar

dikenal juga sebagai riset murni atau riset fundamental yang bertujuan memperluas batas-batas pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan aspek-aspek system pemasaran. Selama ini hanya sedikit perhatian yang dicurahkan terhadap bagaimana pengetahuan tsb digunakan dalam proses manajemen pemasaran.

Riset terapan

bertujuan membantu para manajer mengambil keputusan yang lebih baik. riset terapan ini diarahkan kesituasi organisasi yang spesifik dan pelaksanaannya dibimbing oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam proses pengambilan keputusan.

Proyek riset pemasaran formal dapat dipandang sebagai seperangkat langkah yang disebut proses riset. Untuk melaksanakan proyek riset secara efektif diperlukan antisipasi terhadap seluruh langkah proses riset dan memahami saling ketergantungannya. sembilan langkah-langkah dalam proses riset yaitu :

1. Menetapkan kebutuhan akan informasi

2. menentukan sasaran riset dan kebutuhan akan informasi

3. menentukan sumber data

4. mengembangkan bentuk pengumpulan data

5. merancang sample

6. mengumpulkan data

7. mengolah data

8. menganalisis data

9. menyajikan hasil riset


Ada empat sumber utama dari data pemasaran :

a. responden

b. situasi analogis

c. eksperimentasi

d. data sekunder

Setelah sasaran penelitian ditetapkan dan kebutuhan informasi didaftar dengan terinci langkah selanjutnya adalah menentukan dari mana sumber data diperoleh.

Keterangan atau ilustrasi mengenai sesuatu hal bias berbentuk kategori, misalnya : rusak, baik, senang, puas, berhasil, gagal, dsb, atau bias berbentuk bilangan. Kesemuanya ini dinamakan data atau lengkapnya data statistik.

Data menurut bentuknya dapat dikatergorikan sbb:

1. Data yang berbentuk bilangan disebut data kuantitatif, harganya berubah-ubah atau bersifat variable. Dari nilainya, dikenal dua golongan data kuantitatif ialah :

a. data diskrit yaitu data dengan variable diskrit

b. data kontinu yaitu data dengan variable kontinu

2. data yang dikategorikan menurut lukisan kualitas obyek yang dipelajari adalah data kualitatif. sehingga golongan ini dikenal pula dengan nama atribut. Misalnya: sembuh, rusak, gagal, berhasil, dsb.

Menurut sumbernya data dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :

1. data intern adalah data data yang bersumber dari dalam perusahaan. Pengusaha mencatat segala aktivitas perusahaannya sendiri, misalnya: keadaan pegawai, pengeluaran, keadaan barang di gudang, hasil jualan, keadaan produksi pabriknya dan lain-lain aktivitasyang terjadi di dalam perusahaan itu.

2. data ekstern adalah data yang bersumber dari luar perusahaan. suber data ekstern mencakup laporan riset komersial, majalah bisnis, laporan industri, laporan pemerintah, dsb.

Data ekstern dapat digolongkan atas dua bagian:

1. data ekstern primer atau data primer

data primer merupakan data yang dikeluarkan dan dikumpulkan oleh badan yang sama untuk kebutuhan riset yang sedang berjalan.

2. data ekstern sekunder atau data sekunder

data sekunder merupakan data yang sudah dipublikasikan untuk konsumsi umum

Jumat, 25 Desember 2009

CITRA PRODUK

Tentang PT. Pertamina (Persero)

Citra suatu perusahaan merupakan akumulasi dari citra unsur-unsurnya yaitu citra produk , citra sumber daya manusia (SDM) dan budaya, citra sistem dan aturan main yang ada dalam perusahaan serta citra kinerja bisnis. Faktor-faktor ini saling terkait. Terkadang ini merupakan rangkaian sebab akibat yang apabila sudah berlangsung dalam kurun waktu yang lama akan menjadi susah untuk diidentifikasi, mana yang duluan menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat. SDM tidak bagus membuat produk berkualitas rendah. Produk kualitas rendah tidak laku di pasaran sehingga membuat kinerja bisnis menurun. Kinerja bisnis menurun mempengaruhi kesejahteraan pekerja. Kesejah-teraan turun biasanya membuat kinerja SDM menurun.

Demikian juga keterkaitan antara SDM, sistem dan aturan main serta budaya perusahaan. Sistem yang birokratis membuat SDM mani-pulatif. SDM manipulatif memunculkan budaya yang negatif. Kinerja bisnis menjadi buruk, akhirnya mengakibatkan jatuhnya citra per-usahaan.

Citra produk merupakan persepsi masya-rakat terhadap produk yang dihasilkan per-usahaan. Citra produk dibangun agar menjadi postitif di mata publik, baik publik yang telah menggunakan produk itu maupun potensial customer yang hendak dibidik agar mengkon-sumsi produk tersebut. Manakala citra suatu merek produk telah menancap dalam pikiran konsumen, maka pada saat dia mempunyai rencana untuk membeli barang sejenis produk tersebut , yang pertama kali muncul dalam ingatan adalah merek produk yang sudah tertancap di pikirannya . Sehingga secara reflek mereka membelinya.

Produsen sabun Lux menggunakan bin-tang-bintang film terkenal yang cantik untuk mempromosikan produknya. Harapannya adalah publik mempersepsikan sabun pro-duknya dikonsumsi oleh bintang-bintang film itu. Jamu Tolak Angin menggunakan Rhenald Kasali , seorang tokoh intelektual terkenal untuk mencitrakan konsumen penggunanya. Produsen pelumas mempergunakan figur pembalap mobil formula sebagai ikon untuk membagun citra produknya.

Pada era kompetisi semua perusahaan berlomba-lomba membangun citra produknya. Sekali citra produk mengalami kecelakaan tergelincir jatuh maka diperlukan ‘perjuangan’’ yang jauh lebih mahal untuk mengangkatnya kembali. Kecelakaan bisa disebabkan dari dalam maupun serangan dari luar. Beberapa minggu yang lalu ketika sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) mengeluarkan hasil penelitiannya bahwa banyak minuman isotonik pengganti ion tubuh yang beredar di Indonesia mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, maka ramai-ramailah perusa-haan penghasil minuman isotonik itu pasang iklan besar-besar di media massa untuk ”mela-wan” dan meyakinkan publik bahwa produk-nya aman untuk dikonsumsi.

Dalam studi mengenai citra perusahaan, citra SDM dan citra budaya biasanya menjadi satu kelompok obyek studi. Perilaku SDM pada suatu populasi, dalam suatu lingkungan selama kurun waktu tertentu menghasilkan suatu budaya . Budaya merupakan faktor yang dominan dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Suatu perusahaan yang ingin menjadi world class company harus memiliki SDM yang juga berbudaya world class.

Citra kinerja perusahaan terbentuk dari sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Citra perusahaan yang sudah go public dapat dilihat dari harga sahamnya di bursa saham. Citra perusahaan yang belum go public tetapi sudah diaudit dapat dilihat kinerjanya dari hasil audit. Nah, bagaimana kalau belum go public dan juga belum diaudit oleh akuntan publik? Ini agak susah diketahui. Dalam hal demikian perusahaan perlu mempublikasikan dirinya agar citra positifnya diketahui masyarakat.

Membangun Citra

Management commitement mejadi modal utama untuk membangun citra perusahaan. Atmosfer dan perilaku sosial masyarakat Indonesia yang cenderung paternalistis menjadikan modal utama ini sangat dibutuhkan. Data empiris menunjukkan bahwa dinamika citra perusahaan sangat sentitif terhadap dinamika perusahaan, dinamika SDM perusahaan dan dinamika masyarakat. Rencana membangun citra perlu difasilitasi dengan mekanisme pengukuran sejauh mana keberhasilan dan feedback untuk rencana improvement-nya. Untuk itu setiap tahapan pembangunan citra perusahaan diidentifikasi dan ditetapkan apa ukuran keberhasilannya.

Citra produk akan meningkat apabila produk bermutu tinggi dan terus-menerus mengalami perbaikan. Mutu produk diba-ngun dengan cara melakukan continuous improvement di segala aspek. Peningkatan kualitas perlu dibarengi dengan promosi memperkenalkan keunggulan produk terse-but. Pada masa sekarang dengan ramainya persaingan bisa saja terjadi produk yang sebenarnya bagus namun tidak sukses di pasar karena tidak dikenal oleh publik, gara-gara publik telah dibanjiri oleh informasi produk yang bertubi-tubi dari para pesaing.

Membangun citra bisnis dilakukan dengan mengupayakan keberhasilan bisnis. Makin sukses suatu bisnis makin meningkat citra perusahaan. Perusahaan yang sukses memiliki pertumbuhan kemajuan bisnis dari masa ke masa. Beberapa perusahaan menggunakan prinsip Balance Score Card (BSC) untuk mengukur kinerja bisnisnya. Metode ini mengukur kinerja perusahaan dari 4 (empat) perspektif yaitu customer perspective (perspektif pelanggan), internal business perspective (perspektif proses bisnis internal), finance perspective (perspektif keuangan) dan learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan pertum-buhan). Selain BSC banyak juga perusahaan yang mempergunakan kriteria MBNQA (Malcolm Baldrige National Quality Awards). MBNQA memotret perusahaan pada 7 (tujuh) kategori yaitu : kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pelanggan dan pasar, pengukuran dan manajemen penge-tahuan, fokus SDM , proses bisnis dan hasil-hasil bisnis. Pertamina mengadopsi kriteria MBNQA menjadi kriteria ekselen PQA (Pertamina Quality Award). Yang lebih penting dari pengukuran ini ialah tindak lanjut improvement- nya.

Citra SDM meliputi profesionalisme, attitude dan moral. Walaupun pekerja suatu perusahaan sangat profesional namun kalau moral dan attitude-nya tidak bagus akan mencoreng citra perusahaan. Sebaliknya jika pekerjanya memiliki attitude dan moral yang baik namun tidak profesional di bidang pekerjaannya maka kinerja bisnis menjadi buruk.

Keprofesionalan dapat diukur dengan melakukan asessment terhadap kompetensi pekerja, hasil asessment dibandingkan dengan standard kompetensi. Deviasi antara kompetensi pekerja dibandingkan dengan standard kompetensi adalah menjadi bahan bagi perusahaan untuk melakukan up grading kompetensi pekerja, antara lain berupa pendidikan, pelatihan , on the job training dan sebagainya .

Ukuran citra moral dan attitude dapat didekati dengan penerapan kode etik perusahaan (code of conduct). Kode etik yang ditetapkan mengacu kepada ukuran-ukuran norma kebenaran dan etika moral yang berlaku di masyarakat. Perilaku pekerja perusahaan yang bertentangan dengan norma kebenaran dapat menurunkan citra moral perusahaan. Pada gilirannya peru-sahaan akan mengalami kesulitan didalam melaksanakan bisnisnya karena masyarakat sudah antipati pada perusahaan tersebut.

Citra budaya ditentukan oleh sejauh mana perusahaan dapat mengembangkan budaya positifnya. Misalkan sebuah perusahaan menyepakati untuk membangun suatu budaya bersih (clean) , yaitu budaya bisnis yang bersih dari KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) maka yang pertama kali perlu ditetapkan adalah bagaimana ukuran-ukuran kongkret yang dimaksud dengan clean. Selanjutnya dipotret budaya yang saat ini berkembang, sejauh mana derajat kebersihannya, dibandingkan dengan parameter clean yang telah disepakati. Apa-bila ditemukan deviasi disanalah dimulai planning (perencanaan) rekonstruksi budaya clean sebagaimana yang diinginkan. Planning dilengkapi dengan tata waktu dan target pencapaian. Dengan logika TQM (Total Quality Management) diputar rangkaian PDCA (Plan Do Check and Action) secara berkelanjutan hingga dicapai budaya clean tersebut.

Citra perusahaan, setelah dibangun perlu dipelihara, disesuaikan dengan jaman dan dinamika yang berkembang, dijaga dari rongrongan internal maupun serangan dari luar, baik dari pesaing ataupun pihak-pihak yang tidak senang. Tidak kalah pentingnya adalah senantiasa mengkomunikasikan hal-hal positif yang yang ada pada perusahaan kepada publik.

Referensi :

http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3020&Itemid=341